KENDARIAKTUAL.COM, KENDARI – Ujicoba perlakuan padi sawah dengan metode ecofarming di demplot petani di Kawasan persawahan Amohalo menunjukkan hasil yang cukup memuaskan. Jika biasanya petani hanya bisa memproduksi padi 3-5 ton per hektare, di demplot uji coba ini panen perdana bisa menghasilkan padi hingga 9,6 ton per hektare.
“Kedatangan yang lalu panen juga baru diangka 5 ton per hektare, tapi ini Alhamdulillah sudah meningkat hingga 9,6 ton dan itu kenaikan yang signifikan ditambah lagi dengan metode baru dengan total organik,” ungkap Wali Kota Kendari Sulkarnain Kadir saat melakukan panen raya Demplot Ecofarming padi sawah di kawasan Amohalo Kelurahan Baruga Kecamatan Baruga Kota Kendari, Minggu (5/6/2022).
Pasangan Siska Karina Imran ini mengaku, secara bertahap akan menerapkan metode ini pada lahan sekira 400 hektare yang ada di lingkungan Amohalo.
Pemerintah Kota Kendari juga akan mendukung pengadaan sapi ternak untuk menunjang keberlangsungan pertanian organik ini.
Keberhasilan peningkatan produksi petani ini, tak lepas dari peran Nugroho Widiasmadi dari Ansa School yang mengembangkan metode organik. Dia memanfaatkan kotoran ternak sapi sebagai pupuk dan urin sapi sebagai pembasmi hama.
Menurut Nugroho dengan ramuan ajaibnya yang dinamakan MA 11, dia bisa mempercepat fermentasi kotor sapi. Jika biasanya fermentasi dilakukan hingga 3 minggu namun dengan ramuan temuannya bisa melakukan fermentasi hanya dalam 1 x 24 jam.
Dengan pupuk ini, padi yang dihasilkan memiliki banyak keunggulan, seperti cita-citanya mengembangkan produk ini yakni menekan biaya karena tidak membeli pupuk, produktivitas meningkat, menyebabkan multi player efek, pertanian berkelanjutan dan tahan kekeringan serta banjir.
“Konsep nol rupiah adalah semua pupuk cair maupun limbah kita ambil dari belakang rumah,” ungkapnya.
Dia menambahkan konsep pertanian terintegrasi yang sudah diterapkan hampir di seluruh Indonesia, sedangkan di Sulawesi Tenggara sudah dilakukan di Konawe, Kolaka Timur dan Buton Utara. Bahkan di Kabupaten Konawe produksinya sudah mencapai angka 12 ton per hektare.
Konsep yang diterapkan Nugroho ini cukup sederhana karena telah terbukti di lahan milik petani di Amohalo. Ketua Gapoktan Samaendre Baruga Muhammad Arif R. memberikan kesaksiannya. Menurut dia penerapan konsep pertanian terintegrasi dengan memanfaatkan kotoran sapi sudah lama mereka dengar, namun baru kali ini dia paham ilmunya.
Hanya kata dia, saat ini mereka masih belum memiliki sapi yang mencukupi, dimana untuk memenuhi kebutuhan 1 hektare sawah membutuhkan 3 ekor sapi. Dan 3 ekor sapi bisa hidup dari 1 hektare sawah dengan memakan jerami organik.
“Kami butuh sapi sekitar 1200 ekor sapi karena di sini (Amohalo) terdapat 400 hektare sawah,” katanya.
Selain lahan miliknya serta anggota kelompok, hampir seluruh petani tertarik menggunakan metode organik yang telah dia terapkan.
Untuk mendukung penerapan metode organik ini, Bank Indonesia perwakilan Sulawesi Tenggara memberikan bantuan instalasi smart digital Ecofarming pada dua Gapoktan yaitu Gapoktan Samaendre dan Merta Sari.
Selain menerapkan secara manual para petani juga akan diajarkan mengelola lahannya dengan memanfaatkan teknologi.
Plh. Kepala Bank Indonesia Perwakilan Sulawesi Tenggara Aryo Wibowo T Prasetyo mengatakan, keterlibatan bank Indonesia di sektor pertanian karena sudah tiga tahun terakhir beras selalu menjadi penyumbang terjadinya inflasi, jika program ini terus berkembang dan berkelanjutan diharapkan bisa menciptakan kemandirian.
Dengan program ini lanjutnya petani tidak lagi bergantung pada pupuk bersubsidi yang perlahan mulai dihapus, kemudian mereka bisa menciptakan bibit sendiri.
” Satu lagi yang terpenting sumber daya manusia, kelompok-kelompok muda beberapa daerah kesulitan karena petaninya rata-rata tua, petani mudanya belum tampak,” ungkapnya.
Kata dia, petani sawah tidak hanya menghasilkan beras namun ada bisnis di situ ini yang harus dikembangkan sehingga para pemuda bisa tertarik. Bekerjasama dan pendamping dari Nugroho BI akan mengajak masyarakat menggunakan digital farming dimana para petani nantinya bisa memantau perkembangan tanamannya melalui smart phonenya.
Bahkan Bank Indonesia menawarkan untuk pembangunan laboratorium untuk mengembangkan produk MA 11.
Penulis : Wahyu