KENDARIAKTUAL.COM, TIRAWUTA – Kabupaten Kolaka Timur (Koltim) tahun ini akan melaksanakan pemilihan bupati dan wakil bupati, bersamaan dengan enam daerah lainnya di Sulawesi Tenggara.
Siapa yang bakal terpilih menjadi orang nomor satu di bumi Latamoro itu menjadi diskusi hangat di kalangan masyarakat saat ini.
Beragam asumsi atau prediksi menjadi barometer dalam meneropong pemegang kursi bupati dan wakil bupati. Ada yang berpegang pada hasil survei lembaga dan partai, ada pula yang berpegang pada kondisi riil ditengah masyarakat.
Diskusi politik seperti sudah tak kenal waktu. Pendiskusi katakan, semakin larut malam semakin menarik. Apalagi jika tersedia secangkir kopi atau teh serta snack.
Dari beberapa meja diskusi, ada satu petikan bahasa yang cukup nyentrik. Apa itu, ‘suara masyarakat bisa dibeli dengan uang’.
Sepertinya uang menjadi tolak ukur pada pemilihan bupati dan wakil bupati nanti. Sepertinya pasangan calon tertentu bakal memakai serangan rupiah untuk mendulang suara.
Entah siapa yang pertama kali mengucapkan atau mengeluarkan bahasa seperti itu. Begitu rendahnya ia mengukur harga diri masyarakat Koltim dan martabat daerah Koltim dengan materi. Sungguh teganya Ia mencederai kehormatan demokrasi di negara kita.
Bahasa ini kerap dikeluarkan dalam diskusi politik. Menjadi tameng untuk mempengaruhi dan menggaet pemilih supaya sejalan pada pesta demokrasi lima tahun sekali itu.
“Saya pernah diskusi dengan beberapa orang. Mereka intinya katakan, suara masyarakat dapat dinilai dengan uang. Tapi saya bilang waktu diskusi, sekarang masyarakat Koltim sudah cerdas. Sudah pandai tidak bisa dibeli dengan uang. Ini persoalan harga diri,” kata seseorang warga Rate-rate, saat bertemu dengan media ini.
Mengukur suara masyarakat Koltim dengan uang merupakan cara politik kelas teri.Tidak memberikan pendidikan politik secara baik kepada masyarakat. Disamping itu, juga merugikan daerah Koltim itu sendiri, pertumbuhan atau perkembangan daerah bisa menjadi lambat atau jalan ditempat.
Pemimpin yang lahir dengan cara membeli suara masyarakat, riskan melakukan hal yang melanggar aturan yang berlaku di negara kita. Kata kasarnya, korupsi.
Orang yang terpilih dengan membeli suara masyarakat kemungkinan besar akan berupaya berpikir bagaimana mengembalikan biaya atau kos politik yang dihabiskan selama pemilihan. Berpikir, bagaimana mencubit keuntungan dari anggaran daerah, lalu memasukkannya ke kantung pribadi.
Orang mengatakan, suara masyarakat adalah suara Tuhan. Jika benar demikian, pergunakanlah hak pilihmu dengan baik. Pilihlah pasangan calon yang sesuai hati nuranimu. Jangan gadaikan suaramu dengan uang.Jangan jual harga diri dan martabat daerahmu dengan uang.
Kabupaten Kolaka Timur telah dua kali melakukan pemilihan terhadap kepala daerah. Kali ini, pertarungannya dipastikan head to head, antara pasangan Samsul Bahri Madjid-Andi Merya Nur dengan Tony Herbiansyah-Baharuddin.
Bawaslu Koltim sebagai wasit tentu harus jeli dan peka terhadap praktek politik uang atau money politik pada pemilihan kali ini. Bahasa yang digelontorkan di atas meja diskusi merupakan sinyalemen akan adanya gerakan yang bakal dilakukan pasangan calon tertentu untuk membeli suara masyarakat Koltim dengan uang.*
Catatan : Haswin Rangga