KENDARIAKTUAL. COM, TIRAWUTA – Protes warga Kecamatan Ladongi terhadap ganti rugi Hutan Tanaman Rakyat (HTR) menyisakan sejumlah misteri. Mengapa pihak Balai Sungai Wilayah (BSD) IV Sulawesi Tenggara sampai kini belum merealisasikan janji untuk membayar ganti rugi warga. Sementara, dana atas ganti rugi dari pemerintah pusat telah siap atau tersedia.
Nilai ganti rugi pemerintah terhadap HTR warga mencapai 19,8 M. Dana itu akan dibagikan kepada 51 orang warga. Rencananya, pada akhir Juni 2020 kemarin, pihak balai akan menyelesaikan permasalahan ganti rugi.
Namun, sampai dengan hari ini penyelesaian tak kunjung datang. Pada Senin (27/7/2020),warga berbondong-bondong mempertanyakan status pembayaran mereka yang telah disepakati bersama.
Sebuah kesepakatan yang dibuat secara sah, diatas kertas bermatrai. Turut diketahui dalam kesepakatan tersebut diantaranya Pemerintah Daerah dalam hal diwakilkan Asisten I, Kapolsek Ladongi, Danramil, Camat Ladongi.
Demonstrasi yang dilakukan warga Kecamatan Ladongi nyaris berakhir bentrok. Aksi saling dorong dipalang pintu masuk waduk tak dapat terelakkan. Warga berupaya menembus brikade kepolisian yang bersikeras menjaga palang pintu waduk. Warga hanya ingin masuk dan bertemu dengan pihak balai sekaligus bertemu dengan pelaksana proyek yaitu manajemen PT Hutama Karya (HK) -Bumi Karsa (BK).
Tujuan pertemuan guna meminta penjelasan dari pelaksana proyek terkait pengggunaan material illegal yang dimasukan ke waduk. Ada kekhawatiran warga, jika material illegal tersebut bisa menjadi ancaman serius kedepan manakala proyek selesai dikerjakan. Sebab, material yang digunakan menurut dugaan mereka tidak sesuai dengan arahan konstruksi pemerintah pusat. Disamping itu, material yang digunakan pula berasal dari kuari yang tidak memiliki izin lengkap.
Cukup lama terjadi ketegangan dipalang pintu waduk, akhirnya pihak kepolisian mengizinkan warga masuk dan bertemu dengan pelaksana proyek seraya menunggu urusan balai sungai datang menemui warga.
Tepat pukul 17.15 wita, dua orang perwakilan balai berkemeja putih dengan percaya diri menemui warga. Mereka ditemani Sekda Koltim, Eko Budiarto Santoso serta beberapa pejabat saat itu.
Bukannya berbicara kejelasan waktu kapan pembayaran ganti rugi dilakukan, malahan dua perwakilan balai ini justru tak memberikan angin segar atas penantian warga. Salah seorang diantaranya (orang BSW) malahan memberikan jawaban yang membingungkan dan tak berani memberi garansi ulang soal waktu ganti rugi. Orang ini rupanya adalah orang yang sama selama ini telah memberikan harapan besar pada warga.
Jawabannya bukan yang dinantikan. Sehingga salah seorang warga pun angkat bicara. “Saya tanya kamu, sudah berapa lama uang itu masuk direkening,” tanya Abdul Kadir.
Tanpa basa-basi, perwakilan dari balai sungai itupun menjawab secara spontan bahwa dana ganti rugi milik warga sudah mengendap selama satu tahun direkening.
Satu tahun, itu bukan waktu yang singkat. Uang sebesar Rp 1,8 miliar jika dijadikan deposito tentu akan memberikan nilai yang fantastis. Untung jika bunga dari dana dimasukan kedalam pendapatan daerah. Namun sebaliknya, jika dana itu sengaja diendapkan lalu kemudian didepositokan dan menjadi wadah oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab untuk mencari keuntungan.
Semoga hal itu tidak terjadi, sebab warga kecamatan Ladongi seperti kelelahan menanti harapan terkait ganti rugi HTR mereka. Apalagi, mereka sudah dijanji bila akhir Juni akan menerima ganti rugi.
Hari Rabu besok, warga akan kembali turun ke jalan menuju waduk demi mendapatkan kata kejelasan. Sesuai yang disampaikan Eko Budiarto bahwa Rabu besok, Kepala BSW IV Sultra sendiri akan turun tangan dan memberikan penjelasan kepada warga.
“Kami hanya mau kepastiannya saja, kapan waktunya. Kenapa akhir bulan Juni 2020 kemarin, pihak BWS tidak menyelesaikan ganti rugi kami. Padahal itu telah disepakati bersama. Kalau nantinya tidak ada kejelasan maka kami akan tutup mati aktivitas pekerjaan proyek bendungan Ladongi,”tegas Abdul Kadir.