KENDARIAKTUAL. COM, TIRAWUTA – Belum lama ini, sejumlah kontraktor di Kabupaten Kolaka Timur (Koltim) Sulawesi Tenggara ramai-ramai mempertanyakan dana retensi 5 persen yang belum dibayarkan. Bahkan, asosiasi kontruksi di wilayah itu turut melayangkan pengaduan ke DPRD Koltim.
Keputusan pembayaran retensi pekerjaan tahun 2019 pada perubahan anggaran 2020,menimbulkan sejumlah tanda tanya. Ada apa dibalik upaya pemerintah daerah menyelesaikan retensi rekanan nanti diperubahan anggaran.Apakah ini suatu kelalaian ataukah bagian suatu kesengajaan yang terstruktur?
Retensi maupun jaminan pemeliharaan sudah diatur dalam Peraturan Presiden nomor 70 tahun 2012 tentang perubahan kedua atas peraturan presiden nomor 54 tahun 2019 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah.
Dana retensi rekanan itu sendiri sebetulnya ada dan telah melalui ketuk palu meja DPRD pada tahun 2019 (sudah dianggarkan).
Menurut Ketua Gapensi Koltim, Gunaryo, retensi hampir sama dengan jaminan pemeliharaan. Bedanya kalau jaminan pemeliharaan adalah dana yang sudah dicairkan kemudian disimpan di bank atau asuransi. Sedangkan retensi merupakan sisa uang tagihan rekanan kepada pemberi kuasa dalam hal pemerintah. Retensi dibayarkan pada tahun pekerjaan berjalan.
“Persoalan yang terjadi di Koltim hari ini, yang tidak kami pahami apakah dana 5% itu dimasukan sebagai retensi atau jaminan pemeliharaan baik melalui asuransi ataupun bank. Itu yang tidak kami pahami dari pemerintah.Kalau berbicara retensi itu merupakan dana tertahan,wajib hukumnya pemerintah membayar pada tahun berjalan. Tidak ada alasan,”tegasnya.
Rencana pemerintah atau pemberi kuasa membayar dana retensi rekanan pada perubahan anggaran nanti menjadi kelalaian pemerintah yang fatal dimata Gunaryo. Sebab, dana retensi 5% semestinya dibayarkan enam bulan (180 hari) setelah Serah Terima Pekerjaan Pertama atau PHO antara PPK dan rekanan. Diluar Surat Perjanjian Kontrak (SPK) yang disepakati bersama.
“Dana itu sekarang sudah menjadi APBD 2020, intinya kita sabar menunggu saja. Kecuali, OPD bisa mencari uang diluar untuk membayar. Kita sangat sayangkan, kasihan rekanan dana retensi 5% itu bisa dimanfaatkan atau digunakan,”imbuhnya.
Pemerintah daerah dalam hal ini, Bupati Koltim, Tony Herbiansyah mengakui bahwa ada keteledoran dari OPD-nya dalam menyelesaikan permasalahan retensi rekanan. Seperti dibahasakan Ketua Komisi III, Yudo Handoko saat bersama Ketua DPRD, Suhaemi Nasir melakukan koordinasi dengan Bupati.
Bahkan kata Yudo, Bupati sampai emosi dan mengancam kepala OPD apabila tidak membayar retensi rekanan sampai pada perubahan anggaran nanti, maka Kepala OPD harus membayar dana retensi kontraktor menggunakan uang pribadi masing-masing.
Ada keganjalan dimata Andi Musmal, legislator asal PAN Koltim terkait retensi rekanan Koltim. Pasalnya, dana retensi telah dianggarkan pada tahun 2019.
“Lantas kenapa mau dibayarkan nanti pada perubahan anggaran tahun 2020.Pertanyaannya, dimana itu anggaran tahun 2019.Kenapa tidak digunakan untuk membayar retensi rekanan. Alasannya kemarin, katanya dana itu salah kasi masuk akhirnya menjadi SILPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran),”ucapnya.
Menjadi SILPA menurut mantan kontraktor ini hanya sekedar akal-akalan saja. Apalagi pembayaran retensi sudah biasa dilaksanakan setiap tahun.
“Kenapa sekarang baru bilang seperti itu. Tahun-tahun kemarin kan tidak seperti itu. Selesai pekerjaan dan masa pemeliharaan kan dibayarkan dana retensi. Kenapa baru ada masalah tahun ini. Pada saat turun BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)
kan disitu bisa dia jawab. Ada uangnya pemborong kita titip di kas daerah dan akan ditarik pada waktunya. Sehingga BPK juga tidak menghitung sebagai SILPA. Ini tidak, hanya alasan saja, “terangnya.
Saat dikonfirmasi lewat telepon, mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Koltim, Bambang Setyo Budi menyatakan, keterlambatan pembayaran dana retensi rekanan pada kegiatan pekerjaan tahun 2019 disebabkan oleh keteledoran atau kelalaian dari Kepala OPD yang bersangkutan.
“Kalau saya pelajari, dia tidak anggarkan kembali pada APBD 2020. Dia lupa kalau punya utang bahwa ada uangnya kontraktor yang ditahan 5% dan menjadi SILPA tahun 2019. Dia kira mungkin itu sisa anggaran yang dianggap surplus. Padahal itu utang retensi kepada kontraktor, “kata Bambang, Jumat (24/7/2020).
Peluang dana retensi didepositokan lanjut Bambang, merupakan hal yang sangat tidak mungkin. Sebab uang itu tidak bisa keluar jika tidak dilengkapi dengan dokumen pendukung, sehingga tetap dalam posisi kas daerah. Tetapi tetap mendapatkan bunga sebagai pemasukan pendapatan asli daerah (PAD).
“Kalau sengaja dikeluarkan untuk dideposito itu tidak mungkin. Hanya faktor keteledoran saja karena tidak dianggarkan dalam APBD tahun 2020. Ya mau tidak mau harus menunggu diperubahan saja. Kalau misalnya satu tahun juga tidak dibayarkan dan kontraktor mau menuntut bisa saja. Tapi itu melalui proses perundangan atau jalur hukum, “tutupnya.
Reporter : Adinda Putri Amelia