92 tahun yang silam, para pemuda yang berlatar belakang berbeda beda bertemu dalam Kongres Pemuda II yang dilangsungkan selama dua hari pada 27 dan 28 Oktober 1928 di Batavia. Hari pertama, kongres menempati Gedung Katholikee Jongelingen Bond atau Gedung Pemuda Katolik, sedangkan kongres di hari kedua diadakan di Gedung Oost Java.
Kongres ini lah yang kemudian melahirkan rumusan Sumpah Pemuda yang kita kenal sampai saat ini dan berisikan komitmen pemuda pada 3 hal utama yakni bertumpah darah satu tumpah darah Indonesia, berbangsa satu Bangsa Indonesia dan menjunjung bahasa persatuan Bahasa Indonesia.
Ketiga komitmen tersebut sesungguhnya bukanlah sekedar-sekadar tulisan pada prasasti di Langen Siswo, pondokan pelajar dan mahasiswa Jong Java, yang kini menjadi Museum Sumpah Pemuda di Jalan Kramat Raya 106 Jakarta Pusat. Namun lebih dari itu sumpah pemuda haruslah menemukan ruang yang kontekstual dengan kondisi saat ini. Pemuda saat ini tidak lagi diperhadapkan dengan isu-isu kebangsaan yang melatar belakangi munculnya sumpah pemuda dimana isu utamanya dimasa yang lampau masih berkutat pada keinginan mewujudkan hadirnya Indonesia sebagai sebuah negara.
Saat ini tantangan pemuda Indonesia diperhadapkan dengan sederet isu-isu kebangsaan diantaranya isu globalisasi, ancaman disintegrasi, terorisme yang menyasar kamu muda, ekonomi kreatif dan isu isu kontekstual lainnya. Namun demikian juga tak kalah penting kita perlu kembali menegaskan peran pemuda dalam konteks pembangunan daerah.
Peran pemuda secara normatif dalam UU Nomor 40 Tahun 2009 tentang kepemudaan disebutkan bahwa pemuda berperan aktif sebagai kekuatan moral, kontrol
sosial, dan agen perubahan dalam segala aspek pembangunan nasional. Sebagai kekuatan moral dan kontrol sosial pemuda telah banyak memainkan peran penting dalam sejarah panjang bangsa ini. Sebagai agen perubahan dalam segala aspek pembangunan nasional juga mencakup pembangunan daerah didalamnya, maka peran pemuda hendaknya diperkuat guna percepatan pembangunan daerah.
Peran pemuda dalam konteks pembangunan daerah diarahkan pada peran kepeloporan. Peran kepoloporan ini dimaksudkan untuk mendorong kreativitas, inovasi, keberanian melakukan terobosan, dan kecepatan mengambil keputusan sesuai dengan arah pembangunan nasional dan daerah.
Kreativitas pemuda dalam pembangunan daerah misalnya bagaimana pemuda jika diberi amanah sebagai pemimpin maka dia mengarusutamakan kepentingan masyarakat dibanding kepentingan pribadinya. Formulasi kebijakan yang pro rakyat itu tercermin pada program program yang mengatasi masalah dasar masyarakat seperti infrastruktur jalan dan jembatan, penyediaan air bersih, kesehatan gratis, pendidikan gratis, pengembangan ekonomi masyarakat, program nikah gratis, pengembangan ekonomi masyarakat.
Salah satu contoh keberhasilan pemuda dalam konteks kepemimpinan saat ini seperti yang terjadi di Kabupaten Muna Barat. Dibawah duet kepemimpinan La Ode M. Rajiun Tumada dan Achmad Lamani, Muna Barat berhasil menempatkan diri sebagai Daerah Otonom Baru yang menyabet sejumlah prestasi. Atas prestasi prestasi yang diraih tersebut, La Ode M. Rajiun Tumada Bupati Muna Barat diganjar predikat sebagai “Pelopor Pembangunan Muna Barat”.
Predikat “pelopor” yang disematkan kepadanya tak berlebihan mengingat beliau lah yang mempelopori pembangunan Muna Barat khususnya disektor infrastruktur dasar secara massif. Muna Barat yang diawal berdirinya kondisinya sangat tertinggal, dimana kondisi jaringan jalan dan jembatannya kondisinya sangat buruk berhasil diubah dalam kurun waktu 3 tahun. Hasilnya tentu sangat membanggakan, barangkali Muna Barat lah satu satunya kabupaten di Sulawesi Tenggara yang memiliki “ring road” dua jalur sepanjang 27 km dengan lebar ruang milik jalan 22 meter. Tentu tak mudah meyakinkan masyarakat untuk menghibahkan lahan mereka demi kepentingan pembangunan. Namun berkat kegigihan dan semangat kepeloporan yang dimiliki oleh seorang La Ode M. Rajiun Tumada maka masyarakat dapat meyakini dan ikut mendukung program pemerintah tersebut.
Pada sisi yang lain adalah kepeloporan La Ode M. Rajiun Tumada yang berhasil meyakinkan pusat untuk kembali mengaktifkan Bandar Udara Sugi Manuru, yang telah sekian tahun “mati suri”, namun kembali aktif dizaman Bupati Muna Barat La Ode M. Rajiun Tumada yang ditandai dengan beroperasinya armada Wings Air melayani penerbangan Laworo – Makassar PP. Disektor transportasi laut juga demikian, Bupati Muna Barat La Ode M. Rajiun Tumada berhasil meyakinkan pihak kementerian perhubungan untuk kembali mengaktifkan penyeberangan Tondasi-Sikeli-Birra PP.
Prestasi prestasi diatas juga tak melulu disektor infrastuktur namun pada upaya memainkan peran pemuda dalam menjaga tetap tegaknya NKRI, Pemda Muna Barat dibawah kepemimpinan La Ode M. Rajiun Tumada dan Achmad Lamani berhasil menjaga stabilitas daerah dengan memberikan perhatian yang sungguh sungguh pada terwujudnya Muna Barat sebagai miniatur Indonesia, dimana ajang perhelatan budaya beraneka suku bangsa di Muna Barat difasilitasi sehingga tak heran acap kali jika kita berkunjung di Muna Barat akan menyaksikan berbagai pagelaran ritual keagamaan dan budaya baik dari Suku Jawa, Bali, Bugis, Tolaki, Bajo dan Muna. Di Muna Barat keanekaragaman suku bangsa dan budaya merupakan faktor kekuatan dan sekaligus peluang untuk menjadikan Muna Barat sebagai salah satu destinasi wisata budaya. Selain itu pelembagaan para tokoh tokoh adat juga dilakukan melalui Lembaga Adat Muna Barat guna pelestarian adat istiadat dan budaya serta sebagai upaya menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
Peran “kepeloporan” yang telah dijalankan oleh La Ode M. Rajiun Tumada dan Achmad Lamani hendaknya menjadi sumber inspirasi bagi segenap pemuda. Mereka adalah kisah nyata pemuda yang notabene anak rakyat yang merintis karier dari bawah dengan mengandalkan potensi dan kemampuannya sendiri. Mereka bukan lah anak wong gedongan yang terbiasa dengan segala kemewahan dan mendapatkan privilege untuk sampai pada tampuk kekuasaan. Kekuasaan yang hari ini mereka dapatkan adalah agregasi dari sikap, tempaan dan kesabaran mereka dalam menaklukan dunia. Kekuasaan mereka tak lahir dari segelintir elite yang mencoba membangun dinasti politik. Kekuasaan mereka murni lahir dari upaya mereka yang sungguh sungguh dalam menempa diri, mengkader diri dan mempersiapkan diri sehingga layak disebut sebagai seorang pemimpin. Mereka bukanlah contoh pemuda karbitan hanya mampu merengek berlidung pada kebesaran orang tua dalam mengecap kekuasaan.
Pada pribadi La Ode M. Rajiun Tumada dan Achmad Lamani kita menemukan arti seorang Pemuda yang cukup ideal untuk menjadi inspirasi bagi pemuda masa kini. Hidup Pemuda, Pemuda Maju, Daerah Maju.
Wallahu Alam bishowab.
Penulis : Surachman