KENDARI AKTUAL.COM, TIRAWUTA – MateriaL tambang golongan C yang digunakan oleh PT Hutama Karya dan Bumi Karsa dalam proses pembangunan tambang galian C berupa pasir dan batu dinilai ilegal oleh masyarakat setempat.
Koordinator Konsorsium Lima Lembaga yang ada di Koltim, Juslan Kadir Labarese mengatakan, kegiatan pertambangan telah diatur dalam Undang-undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), kemudian perinciannya diturunkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) No 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
“Jelas dalam UU Menerba bahwa kegiatan pertambangan tidak boleh dilaksanakan sebelum pihak badan usaha, koperasi atau perseorangan mengantongi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) terlebih dahulu,”jelasnya, pada kendariaktua.com, Sabtu (1/8/2020).
Dalam proses IUPK eksplorasi dan produksi terangnya, tahap kegiatannya meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan. Sedangkan IUPK Operasi Produksi tahap kegiatannya meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan serta penjualan.
“Permohonan WIUP harus memenuhi persyaratan koordinat geografis lintang dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografi yang berlaku secara nasional. Dan membayar biaya pencadangan wilayah dan pencetakan peta,”terangnya.
Lebih lanjut disampaikan, proyek bendungan Ladongi memang sejatinya adalah sebuah mega proyek berskala nasional. Tak berarti, proyek tersebut mesti dikerjakan tanpa memperhatikan aturan perundang-undangan yang berlaku di negara ini. Kasarnya, tidak melabrak aturan seenaknya. Semua harus mengikuti prosedur yang ditetapkan dalam undang-undang.
“Kami berharap kepada pihak penegak hukum agar tidak tutup mata dengan persoalan maraknya penambangan ilegal. Segera usut tuntas baik di tingkat penambang maupun kepada pelaksana kegiatan di bendungan Ladongi karena diduga telah melanggar ketentuan yang berlaku,”tutupnya.
Perwakilan dari pihak Hutama Karya dalam pertemuan Senin (27/7/2020) tersebut menjelaskan, ada beberapa penambang yang tidak memiliki izin sudah diberhentikan menyuplai material ke waduk.
“Tidak apa-apa nanti kami lagi akan minta bantuan kepada penambang mengenai izinnya, kalau memang tidak lengkap maka kita hentikan dulu sementara,” jawabnya.
Berbicara ketentuan pidana terkait perizinan tambang begitu jelas dan terang diatur dalam UU No 4 Tahun 2009. Disitu disebutkan, setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUPK dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).
Setiap orang atau pemegang IUPK Operasi Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan batubara yang bukan dari pemegang IUPK, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah)
Setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUPK yang telah memenuhi syarat-syarat, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah).
Setiap orang yang mengeluarkan IUPK yang bertentangan dengan Undang-Undang ini dan menyalahgunakan kewenangannya, diberi sanksi pidana paling lama 2 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah).
Reporter : Adinda Putri Amelia